Selasa, 05 Januari 2016

KARENA CINTA

KARENA CINTA
.
CINTA : LAUTAN TAK BERTEPI
.
Jalaludin ar-Rumi mengeluarkan syair tentang Cinta yang indah:
.
Karena cinta duri menjadi mawar
Karena cinta cuka menjelma menjadi anggur segar
Karena cinta keuntungan menjadi mahkota penawar
Karena cinta kemalangan menjelma keberuntungan
Karena cinta bangunan penjara tampak bagaikan sorga
Karena cinta tumpukan debu kelihatan seperti taman

Karena cinta api yang berkobar-kobar jadi cahaya yang menyenangkan
Karena cinta musuh berubah menjadi bidadari
Karena cinta batu yang keras menjadi lembut bak mentega
Karena cinta duka menjadi riang gembira
Karena cinta jahat berubah menjadi baik

Karena cinta sakit jadi sehat
Karena cinta amarah berubah menjadi keramah-ramahan

Sungguh cinta adalah lautan tak bertepi | Langit hanyalah serpihan buih belaka.
Ketahuilah langit berputar karena gelombang Cinta
Andai tak ada Cinta, Dunia akan membeku.

Bila bukan karena Cinta, tidak mungkin DIA menciptakan alam ini?
Sungguh betapa indahnya jika manusia benar-benar mengetahui arti cinta yang hakiki.
Hingga DIA, (Allah 'Azza wa Jalla) menyatakan di hadits Qudsi-Nya: ".....seandainya kamu merangkak menghadap pada-Ku, AKU akan berlari menuju pada-Mu...."
Hingga kemuliaan cinta yang dahsyat itu, Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam menjamin tujuh (7) golongan yang akan mendapatkan naungan Allah ta'ala dimana hari itu tidak ada naungan lagi kecuali lindungan-Nya, diantaranya: "...Dua orang yang saling mencintai karena Allah, bertemu/berkumpul karena Allah dan berpisah pun dikarenakan Allah..."
Allahumma Ij'alnaa minhum...
Ya Allah jadikanlah kami orang-orang yang mencintai-Mu dan Engkau mencintai kami.
Bimbinglah kami mencintai semuanya karena Allah...
Aamiin....

(kitab: Qawaidul isyqul arba'un)

Pimpinan MT AL Munawwir Silaturahmi kunjungan ke Istana Imamul Hadroh Alhabib Syeikh Bin Abdul Qodir Assegaf

Alhabib Syeikh Bin Abdul Qodir Assegaf & Al Habib Alwi Bin Muhammad Al'Athos




bibarkatizziarah awliaillah KUDUS








Kamis, 22 Oktober 2015

Etika Membaca Al-Qur’an



  1. Sebaiknya orang yang membaca Al-Qur’an dalam keadaan sudah berwudhu, suci pakaiannya, badannya dan tempatnya serta telah bergosok gigi.
  2. Hendaknya memilih tempat yang tenang dan waktunya pun pas, karena hal tersebut lebih dapat konsentrasi dan jiwa lebih tenang.
  3. Hendaknya memulai tilawah dengan ta`awwudz, kemudian basmalah pada setiap awal surah selain selain surah At-Taubah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya: “Apabila kamu akan mem-baca al-Qur’an, maka memohon perlindungan-lah kamu kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk“. (An-Nahl: 98).
  4. Hendaknya selalu memperhatikan hukum-hukum tajwid dan membunyikan huruf sesuai dengan makhrajnya serta membacanya dengan tartil (perlahan-lahan). Allah berfirman yang artinya: “Dan Bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan”. (Al-Muzzammil: 4).
  5. Disunnatkan memanjangkan bacaan dan memperindah suara di saat membacanya. Anas bin Malik Radhiallaahu anhu pernah ditanya: Bagaimana bacaan Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam (terhadap Al-Qur’an? Anas menjawab: “Bacaannya panjang (mad), kemudian Nabi membaca “Bismillahirrahmanirrahim” sambil memanjangkan Bismillahi, dan memanjangkan bacaan ar-rahmani dan memanjangkan bacaan ar-rahim”. (HR. Al-Bukhari). Dan Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam juga bersabda: “Hiasilah suara kalian dengan Al-Qur’an”. (HR. Abu Daud, dan dishahih-kan oleh Al-Albani).
  6. Hendaknya membaca sambil merenungkan dan menghayati makna yang terkandung pada ayat-ayat yang dibaca, berinteraksi dengannya, sambil memohon surga kepada Allah bila terbaca ayat-ayat surga, dan berlindung kepada Allah dari neraka bila terbaca ayat-ayat neraka.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya: “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (Shad: 29).
Dan di dalam hadits Hudzaifah ia menuturkan: “……Apabila Nabi terbaca ayat yang mengandung makna bertasbih (kepada Allah) beliau bertasbih, dan apabila terbaca ayat yang mengandung do`a, maka beliau berdo`a, dan apabila terbaca ayat yang bermakna meminta perlindungan (kepada Allah) beliau memohon perlindungan”. (HR. Muslim).
  1. Hendaknya mendengarkan bacaan Al-Qur’an dengan baik dan diam, tidak berbicara. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya: “Dan apabila Al-Qur’an dibacakan, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu men-dapat rahmat”. (Al-A`raf: 204).
  2. Hendaklah selalu menjaga al-Qur’an dan tekun membacanya dan mempelajarinya (bertadarus) hingga tidak lupa. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Peliharalah Al-Qur’an baik-baik, karena demi Tuhan yang diriku berada di tangan-Nya, ia benar-benar lebih liar (mudah lepas) dari pada unta yang terikat di tali kendalinya”. (HR. Al-Bukhari).
  3. Hendaknya tidak menyentuh Al-Qur’an kecuali dalam keadaan suci. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman yang artinya: “Tidak akan menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan”. (Al-Waqi`ah: 79).
  4. Boleh bagi wanita haid dan nifas membaca al-Qur’an dengan tidak menyentuh mushafnya menurut salah satu pendapat ulama yang lebih kuat, karena tidak ada hadits shahih dari Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam yang melarang hal tersebut.
  5. Disunnatkan menyaringkan bacaan Al-Qur’an selagi tidak ada unsur yang negatif, seperti riya atau yang serupa dengannya, atau dapat mengganggu orang yang sedang shalat, atau orang lain yang juga membaca Al-Qur’an.
  6. Termasuk sunnah adalah berhenti membaca bila sudah ngantuk, karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “?pabila salah seorang kamu bangun di malam hari, lalu lisannya merasa sulit untuk membaca Al-Qur’an hingga tidak menyadari apa yang ia baca, maka hendaknya ia berbaring (tidur)”. (HR. Muslim).

Selasa, 28 Juli 2015

Mengenal Putra dan Putri Rasulullah




Ngaku cinta Rasulullah tapi ga tau berapa jumlah putra dan putri beliau apalagi namanya
maka itu yuk sama-sama kita baca artikel di bawah ini

Pembicaraan tentang putra dan putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam termasuk pembicaraan yang jarang diangkat. Tidak heran, sebagian umat Islam tidak mengetahui berapa jumlah putra dan putri beliau atau siapa saja nama anak-anaknya.
Enam dari tujuh anak Rasulullah terlahir dari ummul mukminin Khadijah binti Khuwailid radhiallahu ‘anha

Rasulullah memuji Khadijah dengan sabdanya,
قَدْ آمَنَتْ بِي إِذْ كَفَرَ بِي النَّاسُ وَصَدَّقَتْنِي إِذْ كَذَّبَنِي النَّاسُ وَوَاسَتْنِي بِمَالِهَا إِذْ حَرَمَنِي النَّاسُ وَرَزَقَنِي اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَلَدَهَا إِذْ حَرَمَنِي أَوْلَادَ النِّسَاءِ
“Ia telah beriman kepadaku tatkala orang-orang kafir kepadaku, ia telah membenarkan aku tatkala orang-orang mendustakan aku, ia telah membantuku dengan hartanya tatkala orang-orang menahan hartanya tidak membantuku, dan Allah telah menganugerahkan darinya anak-anak tatkala Allah tidak menganugerahkan kepadaku anak-anak dari wanita-wanita yang lain.” (HR Ahmad no.24864)
Saat beliau mengucapkan kalimat ini, beliau belum menikah dengan Maria al-Qibtiyah.

Anak-anak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Rasulullah memiliki tiga orang putra; yang pertama Qasim, namanya menjadi kunyah Rasulullah (Abul Qashim). Qashim dilahirkan sebelum kenabian dan wafat saat berusia 2 tahun. Yang kedua Abdullah, disebut juga ath-Thayyib atau ath-Tahir karena lahir setelah kenabian. Putra yang ketiga adalah Ibrahim, dilahirkan di Madinah tahun 8 H dan wafat saat berusia 17 atau 18 bulan.
Adapun putrinya berjumlah 4 orang; Zainab yang menikah dengan Abu al-Ash bin al-Rabi’, keponakan Rasulullah dari jalur Khadijah, kemudian Fatimah menikah dengan Ali bin Abi Thalib, lalu Ruqayyah dan Ummu Qultsum menikah dengan Utsman bin Affan.
Rinciannya adalah sebagai berikut:

Putri-putri Rasulullah
Para ulama sepakat bahwa jumlah putri Rasulullah ada 4 orang, semuanya terlahir dari rahim ummul mukminin Khadijah radhiallahu ‘anha.

Pertama, putri pertama Rasulullah adalah Zainab binti Rasulullah.
Zainab radhiallahu ‘anha menikah dengan anak bibinya, Halah binti Khuwailid, yang bernama Abu al-Ash bin al-Rabi’. Pernikahan ini berlangsung sebelum sang ayah diangkat menjadi rasul. Zainab dan ketiga saudarinya masuk Islam sebagaimana ibunya Khadijah menerima Islam, akan tetapi sang suami, Abu al-Ash, tetap dalam agama jahiliyah. Hal ini menyebabkan Zainab tidak ikut hijrah ke Madinah bersama ayah dan saudari-saudarinya, karena ikatannya dengan sang suami.
Beberapa lama kemudian, barulah Zainab hijrah dari Mekah ke Madinah menyelamatkan agamanya dan berjumpa dengan sang ayah tercinta, lalu menyusullah suaminya, Abu al-Ash. Abu al-Ash pun mengucapkan dua kalimat syahadat dan memeluk agama mertua dan istrinya. Keluarga kecil yang bahagia ini pun bersatu kembali dalam Islam dan iman. Tidak lama kebahagiaan tersebut berlangsung, pada tahun 8 H, Zainab wafat meninggalkan Abu al-Ash dan putri mereka Umamah.
Setelah itu, terkadang Umamah diasuh oleh kakeknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana dalam hadis disebutkan beliau menggendong cucunya, Umamah, ketika shalat, apabila beliau sujud, beliau meletakkan Umamah dari gendongannya.

Kedua, Ruqayyah binti Rasulullah.
Ruqayyah radhiallahu ‘anha dinikahkan oleh Rasulullah dengan sahabat yang mulia Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu. Keduanya turut serta berhijrah ke Habasyah ketika musyrikin Mekah sudah sangat keterlaluan dalam menyiksa dan menyakiti orang-orang yang beriman. Di Habasyah, pasangan yang mulia ini dianugerahi seorang putra yang dinamai Abdullah.
Ruqayyah dan Utsman juga turut serta dalam hijrah yang kedua dari Mekah menuju Madinah. Ketika tinggal di Madinah mereka dihadapkan dengan ujian wafatnya putra tunggal mereka yang sudah berusia 6 tahun.
Tidak lama kemudian, Ruqoyyah juga menderita sakit demam yang tinggi. Utsman bin Affan setia merawat istrinya dan senantiasa mengawasi keadaannya. Saat itu bersamaan dengan terjadinya Perang Badar, atas permintaan Rasulullah untuk mejaga putrinya, Utsman pun tidak bisa turut serta dalam perang ini. Wafatlah ruqayyah  bersamaan dengan kedatangan Zaid bin Haritsah yang mengabarkan kemenangan umat Islam di Badar.

Ketiga, Ummu Kultsum binti Rasulullah.
Setelah Ruqayyah wafat, Rasulullah menikahkan Utsman dengan putrinya yang lain, Ummu Kultsum radhiallahu ‘anha. Oleh karena itulah Utsman dijuluki dzu nurain (pemilik dua cahaya) karena menikahi dua putri Rasulullah, sebuah keistimewaan yang tidak dimiliki sahabat lainnya.
Utsman dan Ummu Kultsum bersama-sama membangun rumah tangga hingga wafatnya Ummu Kultsum pada bulan Sya’ban tahun 9 H. Keduanya tidak dianugerahi putra ataupun putri. Ummu Kultsum dimakamkan bersebelahan dengan saudarinya Ruqayyah radhiallahu ‘anhuma.

Keempat, Fatimah binti Rasulullah.
Fatimah radhiallahu ‘anha adalah putri bungsu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia dilahirkan lima tahun sebelum kenabian. Pada tahun kedua hijriyah, Rasulullah menikahkannya dengan Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu. Pasangan ini dikaruniai putra pertama pada tahun ketiga hijriyah, dan anak tersebut dinamai Hasan. Kemudian anak kedua lahir pada bulan Rajab satu tahun berikutnya, dan dinamai Husein. Anak ketiga mereka, Zainab, dilahirkan pada tahun keempat hijriyah dan dua tahun berselang lahirlah putri mereka Ummu Kultsum.
Fatimah adalah anak yang paling mirip dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari gaya bicara dan gaya berjalannya. Apabila Fatimah datang ke rumah sang ayah, ayahnya selalu menyambutnya dengan menciumnya dan duduk bersamanya. Kecintaan Rasulullah terhadap Fatimah tergambar dalam sabdanya,
فاطمة بضعة منى -جزء مِني- فمن أغضبها أغضبني” رواه البخاري
“Fatimah adalah bagian dariku. Barangsiapa membuatnya marah, maka dia juga telah membuatku marah.” (HR. Bukhari)
Beliau juga bersabda,
أفضل نساء أهل الجنة خديجة بنت خويلد، وفاطمة بنت محمد، ومريم بنت عمران، وآسية بنت مُزاحمٍ امرأة فرعون” رواه الإمام أحمد
“Sebaik-baik wanita penduduk surga adalah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad, Maryam binti Imran, Asiah bin Muzahim, istri Firaun.” (HR. Ahmad).
Satu-satunya anak Rasulullah yang hidup saat beliau wafat adalah Fatimah, kemudian ia pula keluarga Rasulullah yang pertama yang menyusul beliau. Fatimah radhiallahu ‘anha wafat enam bulan setelah sang ayah tercinta wafat meninggalkan dunia. Ia wafat pada 2 Ramadhan tahun 11 H, dan dimakamkan di Baqi’.

Putra-putra Rasulullah
Pertama, al-Qashim bin Rasulullah. Rasulullah berkunyah dengan namanya, beliau disebut Abu al-Qashim (bapaknya Qashim). Qashim lahir sebelum masa kenabian dan wafat saat usia dua tahun.

Kedua, Abdullah bin Rasulullah. Abdullah dinamai juga dengan ath-Thayyib atau ath-Thahir. Ia dilahirkan pada masa kenabian.

Ketiga, Ibrahim bin Rasulullah.
Ibrahim dilahirkan pada tahun 8 H di Kota Madinah. Dia adalah anak terakhir dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dilahirkan dari rahim Maria al-Qibthiyah radhiallahu ‘anha. Maria adalah seorang budak yang diberikan Muqauqis, penguasa Mesir, kepada Rasulullah. Lalu Maria mengucapkan syahadat dan dinikahi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Usia Ibrahim tidak panjang, ia wafat pada tahun 10 H saat berusia 17 atau 18 bulan. Rasulullah sangat bersedih dengan kepergian putra kecilnya yang menjadi penyejuk hatinya ini. Ketika Ibrahim wafat, 

Rasulullah bersabda,
“إن العين تدمع، والقلب يحزن، ولا نقول إلا ما يُرْضِى ربنا، وإنا بفراقك يا إبراهيم لمحزونون” رواه البخاري
“Sesungguhnya mata ini menitikkan air mata dan hati ini bersedih, namun kami tidak mengatakan sesuatu yang tidak diridhai Rab kami. Sesungguhnya kami bersedih dengan kepergianmu wahai Ibrahim.” (HR. Bukhari).

Kalau kita perhatikan perjalanan hidup Rasulullah bersama anak-anaknya, niscaya kita dapati pelajaran dan hikmah yang banyak. Allah Ta’ala mengaruniakan beliau putra dan putri yang merupakan tanda kesempurnaan beliau sebagai manusia. Namun Allah juga mencoba beliau dengan mengambil satu per satu anaknya sebagaiman dahulu mengambil satu per satu orang tuanya tatkala beliau membutuhkan mereka; ayah, ibu, kakek, dan pamannya. Hanya anaknya Fatimah yang wafat setelah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah juga tidak memperpanjang usia putra-putra beliau, salah satu hikmahnya adalah agar orang-orang tidak mengkultuskan putra-putranya atau mengangkatnya menjadi Nabi setelah beliau. Bisa kita lihat, cucu beliau Hasan dan Husein saja sudah membuat orang-orang yang lemah terfitnah. Mereka mengagungkan kedua cucu beliau melebih yang sepantasnya, bagaimana kiranya kalau putra-putra beliau dipanjangkan usianya dan memiliki keturunan? Tentu akan menimbulkan fitnah yang lebih besar.
Hikmah dari wafatnya putra dan putri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga sebagai teladan bagi orang-orang yang kehilangan salah satu putra atau putri mereka. saat kehilangan anaknya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabar dan tidak mengucapkan perkataan yang tidak diridhai Allah. Ketika seseorang kehilangan salah satu anaknya, maka Rasulullah telah kehilangan hampir semua anaknya.
Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad dan keluarganya..

Sumber: Islamweb.net